Rabu, 09 November 2016

SEJARAH PANGGI-RUGUK

SEJARAH SINGKAT PERLAWANAN PANGGI-RUGUK PEJUANG DARI KETUNGAU ( 1908 )




 De Panggi Opstan,1908 terjadi pada masa kerajaan Sintang di bawah kepemimpinan panembahan Haji Gusti Adi Abdulmajid kesuma Negara III (1906-1913) yang menggantikan ayahnya panembahan Muda Pangeran Gusti Ismail Kesuma Negara II (1889-1905). Perlawanan panggi dan kawan-kawan merupakan salah satu bukti dari sekian banyak peperangan atau perlawanan ataupun pemberontakkan yang pernah terjadi selama masa pemerintahan Kerajaan Sintang yang pernah dicatat. Diantaranya Tebidah oorlogen I (1855-185), Tebidah Oorlogen II (1891 dan 1900), Melawi Onlusten (1864-1867), De Ketoengaoe onlusten (1874 dan 18880-1881), Raden Paku Onlusten (1895-1896), Sintangsche troebelen (1855-1859), Payak troebelen (1913-1914), dan peristiwa de Sintangsche aangelegenheden (1864-1867). Catatan-catatan Belanda mengenai berbagai perlawanan diatas memang tidak sama kuantitas ataupun kualitasnya, sehingga sumber informasi untuk menuliskannya tidak sama banyak jumlahnya. Catatan terpanjang adalah perlawanan yang dipimpin oleh seorang Pangeran Banjar yang bernama Pangeran Nata Wijaya (1864-1867).

 Sementara untuk perlawanan Panggi-Ruguk justru yang terpanjang didapatkan dari syair seorang penyair perempuan dimasa itu yang berdomisili di kawasan Sungai Ulak(di Kelurahan Kapuas Kiri Hulu, Kecamatan Sintang) yang bernama Rodjot (Sjair uit Sintang, KITLV,Or.197,1935,317 halaman).

 Pola perlawanan yang terjadi oleh Helius Sjamsuddin (2002) dalam bukunya perlawanan dan perubahan Kerajaan Sintang 1822-1942, membagi 4 (empat) pola yang merupakan penggerak utama pada hamper setiap perlawanan, yaitu: 1. Pola I: Aristokrat Sintang menentang Belanda, dan Belanda melibatkan Panembahan Sintang pada pihaknya, sehingga perlawanan itu tampak seperti para aristocrat versus panembahan mereka sendiri. 2. Pola II: Aristokrat pendatang (kebetulan dari Banjar) yang berhasil merekrut orang-orang Melayu Sintang dan orang-orang Dayak dalam Kerajaan Sintang. 3. Pola III: Beberapa kepala suku orang Dayak Sintang yang melawan Panembahan Sintang dan Belanda, dan Belanda aktif memberikan bantuannya untuk memberantas perlawanan tersebut. 4. Pola IV: Suatu gerakan abortif yang berusaha mengembalikan Panembahan Sintang dari Pengasingan Belanda. 


Dari pembagian pola diatas, perang Panggi-Ruguk dimasukkan ke dalam pola III. Secara singkat Helius Sjamsuddin (2002) menceritakan sejarah Perlawanan Panggi dan kawan-kawan sebagai berikut. Pada awal pebruari 1908, ketentraman Kerajaan Sintang terusik oleh seorang Dayak fanatik(geestdrijvers) yang berasal dari Ketungau yang mengangkat senjata terhadap rajanya.pemimpin perlawanan itu bernama Panggi yang berasal dari Sungai Ngelai, Air Tabun, salah satu anak dari Sungai Ketungau. Panggi merupakan salah seorang anggota suku Dayak dari daerah ‘taklukan’ Kerajaan Sintang yang menolak memberikan hasil atau upeti yang biasa diserahkan setiap tahunnya. Suku Dayak Ketungau termasuk “ Dayak Serah” atau salah satu dari “bangsa tiga belas”, yang mendiami wilayah sepanjang Sungai Ketungau dan anak-anak sungainya.bermula dari bulan-bulan penghujung tahun 1907, ketika belanda mendapatkan laporan tentang seorang bernama Abng Umar alias Pangeran Umar dari onderafdeling Sanggau-Sekadau menjual obat-obatan, jimat dan minyak kebal dikalangan orang-orang Dayak Sintang. Perbuatannya itu dianggap berpengaruh buruk, antara lain terhadap Panggi dari Air Tabun yang adalah putra dari Temenggung Tanggam, salah seorang kepala suku sub-etnis Ketungau. Berkat dukungan ayahnya, ia berhasil menggalang pengikut dengan cara menjual benda-benda yang dapat membuat orang kebal di kalangan orang-orang Dayak yang masih percaya penuh kepada tahayul (bijgeloof). Ia dapat menarik pengikut di seluruh wilayah selatan Sungai Air Tabun dan sebelah Timur Sungai Jangkit (wilayah Belitang, Sekadau). Mereka sangat yakin akan kekebalan Panggi berkat minyak kebal dan jimat yang dimilikinya. Panggi menggunakan pengaruhnya untuk menentang Panembahan Sintang, Abdulmajid. Ia tidak mau mengakuinya lagi sebagai rajanya dan menolak membayar belasting(upeti). Bahkan ia berniat untuk melawannya dengan menyerang ibukota di Sintang. Sementara itu, Panggi juga mendapat dukungan dari Rangas yang kemudian menjadi salah seorang ‘tukang pukulnya’ Rangas berasal dari Sungai Bidang.(mungkin yang dimaksud Sungai Bedang/Ampar Bedang), di tepi kanan Sungai Kapuas, antara Singtang dan Sungai Lebang ( Bukit Kelam ).


Dalam mimpinya Rangas mengaku didatangi suatu ‘spirit’ (een geest) yang menampakkan diri padanya yang member dirinya sebuah pedang dan minyak yang membuat orang kebal. Ia juga telah berhasil mempengaruhi dan mengumpulkan orang-orang Dayak sekitarnya yang kemudian bergabung dengan Panggi dan bersama-sama membentuk sebuah ‘bala’ yang akan menyerang ibukota kerajaan Sintang. Setelah mendapatkan informasi tersebut, belanda mengirimkan patroli untuk menggeledah rumah rangas pada tanggal 11 januari 1908. Patrol menemukan sejumlah senapan. Bersamaan dengan itu ada laporan bahwa bulan januari itu juga bala pasukan panggi dengan bersenjatakan Mandau, tombak dan senapan telah menuju kota sintang. Untuk menghadang kedatangan mereka, belanda mengirim sesuatu pasukan dibawah komandan kapten G.J. Timmer (peiner).dalam suatu serangan kapten timmer tewas tertembak pada tanggal 3 febuari 1908. Setelah itu menyusul dua serdadu pribumi tewa, sedangkan yang luka-lika seorang sersan belanda, seorang sersan pribumi dan dua orang serdadu. Pihak pembrontaktewas 10 orang. Mabyat Kapten Timmer baru dapat dibawa kesintang pada tanggal 5-6 febuari 1908. Selanjutnya residen A.J.CH. de Neve dengan menggunakan kapal bukat meninggalkan Pontianak menuju pedalaman pada tanggal 8 febuari 1908 dan tiba di Belitang pada tanggal 9 febuari 1908 dengan membawa 50 orang serdadu di bawah komando Kapten Filet. Asisten Residen Sintang, J.J. Van Huffel, datang menyusul ke Belitang untuk membantu. Dalam rapat diputuskan Kapten Filet dengan 50 serdadunya menggunakan kapal Punan berangkat ke Balai Sepuak, di hulu Belitang. Civiel gezagheber Horsting sudah berada lebih dahulu menunggu disana. Menurut rencana dari sana mereka akan menuju ke tempat kediaman Panggi, tidak jauh dari tempat tewasnya Kapten Timmer. Bersamaan dengan itu Letnan Van Hasselt dengan satu pasukan terdiri dari 86 orang serdadu dari Sintang berangkat ke Balai Lau di Sungai Jungkit, tepi kanan Sungai Belitang, menggunakan kapal karimata dan kapal pengangkut punan. Air Tabun tempat asal Panggi berada di arah Timur laut Sungai Jungkit. Pasukan Kapten Filet dan Letnan Van Hasselt akan bertemu ditempat Panggi bertahan. Rupanya Belanda memilih jalan pintas lewat Belitang dari pada ke hulu menuju Sungai Ketungau.

Kapten Filet tiba di Balai Sepuak pada tanggal 10 febuari 1908. Tanggal 14 febuari 1908 pasukannya melakukan mars dan tiba pukul 09:00 di Sungai Ubi, kemudian melanjutkan ke Sungai Tempayan, kira-kira berjarak setengah jam berjalan ke sebelah Barat Laut tempat Kapten Timmer tewas.Akhirnya mereka tibadi Tumbuk tempat kediaman Panggi.Akan tetapi Panggi sudah tidak ada lagi di situ. Panggi bersembunyi di kampong Engkitan, sebelah timur Sungai Jungkit, tempat patrol berusaha menangkapnya pada tanggal 27 febuari 1908.sementara itu Rangas bersembunyi di hulu Sungai Jetak, di kampong Bengkang.(mungkin Sebungkang sekarang). Sampai akhirnya bulan febuari 1908 para pemimpin perlawanan itu belum juga dapat ditangkap kecuai pada tanggal 25 febuari 1908 sebagian dari para pelawan, kepala-kepala suku dari 15 kampung menyerah. Setelah melakukan pengerjaran serius selama hamper 2 bulan oleh patrol-patroli Belanda dari Pontianak dan sintang, akhirnya Panggi tertangkap pada pertengahan April 1908. Rangas menyerah beberapa hari kemudian. Dalam Kolonial Verslag ini tidak disebut peranan Ruguk. Hal ini terjadi kemungkinan Ruguk yang juga saudara dekat Panggi, sehingga peranannya sudah terwakili dengan penyebutan nama Panggi. Sehingga peranannya sudah terwakili dengan penyebutan nama Panggi. Sedangkan menurut Versi Oeti Hasan (1990) dalam bukunya Pangeran Kuning Suryapati, Panggi diasingkan mulu-mula ke Batavia kemudian dikirimkan ke Cirebon.

 Versi cerita lainnya yang bersumber dari syair Rodjot (1935), sangat mengedepankan kerjasama tiga serangkai Panggi, Uguk(Ruguk) dan Rangas. Bahkan peranan Uguk(Ruguk) dan Rangas justru sangat menentukan di medan perang. Menurut Rodjot, Panggi,Ruguk dan Rangas ditangkap Belanda termasuk juga ayahnya Panggi, Temenggung Tanggam juga ditangkap Belanda.

Versi sejarah lainnnya, sebagaimana yang terdapat dalam buku Sejarah Perjuangan Rakyat Kalimantan Barat 1908-1950 yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Kalbar tahun 1991 pada halaman 38 diceritakan, Panggi, Ruguk dan Rangas, 3 orang pemimpin suku Dayak dari daerah Belitang dan Batang(tuk) (penulisnya: jadi bukan dari daerah ketungau) memimpin rakyat melawan Belanda. Belanda mengirim pasukkannya,terjadilah peperangan di daerah Sungai Jungkit. Kapten Peinor(Peiner/Timmer) sebagai pemimpin pasukan Belanda dapat ditangkap oleh Panggi. Kapten Peinor tidak diberi kesempatan untuk melawan, langsung Mandau mengayuh leher Kapten Peinor, sehingga kepala itu menggelinding. Belanda marah bukan kepalang. Pasukan ditingkatkan dengan pimpinan Letnan Van Hassell yang didatangkan dari Sintang. Pertempuran seru berlangsung cukup lama, namun akhirnya perlawanan dapat dipatahkan. Panggi ditangkap, diadili di Sintang dengan hukuman dibuang ke Jawa. Versi J.U. Lontaan dalam bukunya Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat (1975) pada halaman 210 diceritakan, pada tahun 1908, pada masa pemerintahan Panembahan Abdulmajid, bangkitlah orang bernama Panggi, Ruguk dan Rangas, pemimpin pemberontakan terhadap Belanda. Pasukan Panggi menyerang dari Batang Tuk dan dari daerah Belitang(Jungkit). Rencana penyerangan bocor.Belanda segera mengadakan penghadangan dan pencegahan, Sewaktu pasukan Belanda pimpinan Kapten Peiner, maju mendarat di daerah Sungai Jangkit, menyeranglah pasukan pimpinan Panggi. Dalam pertempuran yang sengit itu, siasat Panggi lebih unggul yang telah berhasil menawan Kapten Peiner, Mandau Panggi, tak tahan berdiam diri langsung melekat ke leher Kapten Peiner yang telah menceraikan kepala dengan tubuhnya. Jenasahnya dimakamkan di Sintang.

Tewasnya Kapten Peiner,Belanda segera memperhebat pasukan untuk membalas dendam. Datanglah pasukan di bawah pimpinan Letnan Van Hassel. Kedatangannya dengan menggunakan kapal yang diberi nama Punan. Pasukan Panggi dikejar habis-habisan. Ia dikepung rapat hingga tertangkap. Ia diasingkan ke jawa. Versi J.U. Lonntaan ini nampaknya langsung disadur oleh Marchrus Effendy dalam bukunya Sejarah Perjuangan Kalimantan Barat pada halaman 309, karena versi ceritanya persis sama. Versi lainya dibuat oleh Syahzaman dan Hasanuddin dalam buku mereka yang berjudul Sintang Dalam Lintasan Sejarah (2003) pada halaman 123-126 menceritakan hal yang agak berbeda dari alas an dan motif perlawanan. Diceritakan timbulnya perang Panggi dilatarbelakangi adanya reaksi secara terselubung dari panembahan Abdul Madjid terhadap sikap Belanda yang menimbulkan segala kesengsaraan bgi rakyat.Bangkitnya perlawanan rakyat yang dipimpin oleh tiga orang suku Dayak, yaitu Panggi, Ruguk dan Rangas. Pasukan Panggi ini terdiri dari suku Dayak Ketungau dan suku Dayak Iban.pertengahan pasukan Panggi dipusatkan di tiga tempat yaitu daerah Senaning, daerah Merakai dan Batang Tuk(dekat Desa Kelansam). Batang Tuk inilah yang merupakan pertahanan terdepan karena lokasinya dekat dengan Kota Sintang. Adapun persenjataan yang digunakan pasukan ini adalah Mandau, sumpit, tombak dan juga beberapa pucuk senapan lantak. Penyerangan pertama terhadap Belanda dilancarkan di daerah Batang Tuk dan daerah Jangkit,Belitang. Belanda di bawah komando Kapten Peiner. Dalam penyerangan ini, siasat Panggi berhasil, sehingga menewaskan sebagian besar pasukan Belanda dan juga Kapten Peiner dipenggal kepalanya yang pada akhirnya dikuburkan di perkuburan Belanda Kerkhot Sintang. Mendengar hal tersebut Belanda mengirim pasukan baru di bawah pimpinan Kapten Van Hassel dari Pontianak.Dalam penyerangan ini pasukan Panggi dipukul mundur dan akhirnya Panggi dapat ditangkap. Operasi terus dilakukan untuk menangkap Ruguk dan Rangas yang masih gigih melakukan perlawanan. Menghadapimedan yang berat pasukan Belanda meminta bantuan Panembahan Kerajaan Sintang. Namun Panembahan Abdul Madjid menolak permintaan Belanda tersebut. Sebenarnya penyerangan pasukan Ruguk dan Rangas di bawah koordinasi panembahan, sehinggga setiap kali Belanda meminta bantuannya untuk menyediakan bantuan pasukan selalu ditolak dengan berbagai alas an. Hal ini membuat Belanda curiga atas tingkah laku Panembahan Abdul Madjid, kemudian setelah mengetahui bahwa yang memimpin perlawanan rakyat tersebut adalah panembahan, Belanda langsung menangkapnya dan membuangnya ke Jawa. Dalam usaha mengatasi perlawanan Ruguk dan Rangas, Belanda mendatangkan pasukan baru tetapi bukan pasukan serdadu, melainkan paratawanan yang tidak jelas dari penjara mana yang dipaksa menjadi serdadu karena keadaan darurat.Pasukan Belanda dibagi dalam dua kelompok penyerang dari Batang Tuk dan kelompok lainnya dari arah Sungai Ketungau.karena pertempuran di hutan pasukan Belanda selalu kalah,akhirnya belanda melakukan strategi perang di daerah terbuka,belanda berhasil memukul mundur pasukan Ruguk dan Rangas yang tidak berdaya menghadapi senjata Belanda, pasukan Ruguk dan Rangas dikejar sampai ke perbatasan Serawak dan akhirnya Ruguk tewas dalam peperangan tersebut, sedangakan Rangas dan ibunya berhasil ditangkap Belanda. Untuk selanjutnya Panggi dan Rangas dibuang ke Jawa. Sampai saat ini nama panggi telah diabadikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang untuk sebuah jalan di depan Mesjid Nur sampai dengan kantor kejaksaan Negeri Kabupaten Sintang dengan nama JALAN PANGGI. Sementara makam Kapten Peiner/Peinor/Timmer sampai saat ini masih ada di perkuburan kerkhoof di Sintang. Demikian sejarah singkat Perlawanan Panggi Ruguk(1908) Pejuang dari Ketungau ini disusun semoga bermanfaat. 


KESIMPULAN
Dari berbagai versi buku teks yang pernah ada dapat kita lihat masing-masing versi mempunyai tokoh, motif dan alur cerita yang beragam. Yang sama hanya berkaitan dengan waktu, yaitu pada awal tahun 1908 pada masa pemerintahan Panembahan Haji Gusti Abdulmajid Kesuma Negara III (1906-1913). Menteri Koloni Belanda saat itu adalah Mr.D.Fock (1905-1908) dan Mr. Th. Heemskerk (1908) pada masa Gubenur Jendral Hindia Belanda Joannes Benedictus Van Borneo ( Kalimantan Barat) A.J.Ch.De Neve ( 1902-1908) dan Asisten Residen Sintang saat itu adalah J.J.Van Huffel(1905-1909).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Fera Peronika Blogger Template by Ipietoon Blogger Template